Selasa, 16 Agustus 2011

HARI KEMERDEKAAN DI BULAN RAMADHAN

Proklamasi di Bulan Ramadhan
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS.Al-Baqarah: 185)
proklamasi 1945
proklamasi 1945

Hari-hari ini, hampir seluruh bangsa Indonesia merayakan dan memperingati hari kemerdekaannya. Namun tidak sedikit bangsa Indonesia –terutama umat Islam– yang mengetahui bahwa hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 9 Ramadhan.

Hari Jum’at di mata umat Islam adalah penghulu hari-hari. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya hari Jum’at adalah sayyidul Ayyam (penghulu hari-hari). Sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan suci, bulan yang diturunkannya wahyu pertama kepada Nabi saw sebagaimana bunyi ayat yang tercantum di atas.
Dalam catatan sejarah, banyak peristiwa kemenangan terjadi pada bulan Ramadhan. Sebut saja perang Badr yang merupakan perang pertama dalam sejarah umat Islam. Perang yang terjadi pada tahun 2 Hijrah itu benar-benar merupakan “Perang Eksistensi”. Sebab jika umat Islam kalah pada saat itu, maka selesailah kelanjutan sejarahnya.
Perang dengan jumlah pasukan muslimin yang lebih kecil sebanyak 313 pasukan melawan pasukan kaum musyrikin sebanyak 1000 pasukan, justru kemenangan diraih pihak kaum muslimin. Padahal dilihat dari segi jumlah pasukan, perlengkapan dan pengalaman yang dimiliki kaum muslimin jauh berbeda dengan yang dimiliki kaum musyrikin. Tentu saja kemenangan itu berkat bantuan Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut” (QS. Al-Anfal: 9).
Mustahil rasanya kaum muslimin mendapat kemenangan saat itu jika melihat minimnya pasukan dan perlengkapan serta pengalaman yang dimiliki kaum muslimin.
Demikian juga dengan umat Islam di Indonesia kala itu. Jika kita melihat minimnya persenjataan yang kita miliki dalam meraih kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, agaknya mustahil kita akan meraih kemenangan dan kemerdekaan.
Bayangkan saja, senjata bambu runcing melawan tank-tank yang besar? Namun karena kegigihan, semangat dan keikhlasan bangsa ini untuk merdeka, maka Allah SWT menanamkan rasa takut di hati kaum penjajah.
Sama halnya Allah memberi rasa ketakutan di hati kaum Quraisy saat perang Badr. Allah SWT berfirman: “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman”. kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Tidak aneh jika Allah SWT memberi kemenagan dan kemerdekaan kepada bangsa ini. Sehingga tidak berlebihan jika dalam pembukaan UUD 1945 tertulis: “Dengan rahmat Allah SWT bangsa Indonesia telah sampai kepada pintu gerbang kemerdekaan”.
Sebab, tanpa rahmat Allah SWT, rasanya mustahil bangsa Indonesia mencapai pintu kemerdekaan. Kalimat “rahmat Allah SWT” yang tertuang pada pembukaan UUD 1945 tersebut, sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi; “Bulan Ramadhan pase pertamanya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (ampunan) dan akhiirnya adalah kebebasan dari api neraka”. (HR: Muslim).
Bukankah proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi pada tanggal 9 Ramadhan yang merupakan pase pertama bulan Ramadhan yang penuh rahmat? Subhanallah !!. Inilah yang harus dipahami umat islam, sehingga umat Islam tidak bersikap sekuler dan nasionalis buta.
Sisi lain yang memberi semangat perjuangan bangsa, terutama umat Islam Indonesia kala itu adalah semangat mengusir penjajah kafir. Mereka –para penjajah– selain menguasai kekayaan Indonesia juga menyebarkan agama mereka. Sehingga tidak heran, para ulama dan kyai saat itu menanamkan kebencian kepada santri dan masyarakat terhadap kaum kafir yang menjajah umat Islam.
Oleh karena itu tercatat dalam sejarah, dari Sabang hingga marauke, nama-nama pahlawan yang mayoritas adalah umat Islam dan kaum ulama. Sebut saja umpamanya Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Hasanudiin, Syarif Hidayatullah, Pangeran Dipenogoro, Syeikh Yusuf al-Makassari dan lain sebagainya.
Perang umat Islam dengan kaum kafir yang kemudian dimenangkan umat Islam dan terjadi pada bulan Ramadhan juga adalah perang Sabil. Pasukan umat Islam yang dipimpin oleh Sholahuddin al-Ayyubi melawan kaum Salibis dapat dimenangkan oleh kaum muslimin, dan Masjidil Aqsha pun dapat jatuh kembali ke tangan umat islam.
Untuk itu, dalam memperingati hari kemederkaan RI dan mendekati masuknya bulan Ramadhan, hendaknya umat Islam mengintrospeksi mengapa kini umat islam terpuruk di bangsanya sendiri?, mengapa umat islam menjadi tamu di negerinya sendiri.
Apakah memang telah terjadi pergeseran akidah dan semangat antara umat Islam dahulu dengan umat Islam kini? Jika dulu asset bangsa yang dirampas kita rebut kembali, kini sebaliknya, asset negara dijual ke pihak asing? Jika dulu setiap kita mempersembahkan apa saja untuk negara, kini justru merampas harta negara untuk kepentingan dirinya.
Jika dulu berjuang demi agama dan umat, kini berjuang hanya untuk dunia. Apakah ini yang menyebabkan bangsa ini terpuruk?.
Dalam Ramasdhan yang akan kita masuki nanti-lah waktu yang tepat untuk membersihkan hati, meluruskan niat, dan memompa semangat spritual dan semangat juang. Oleh karena itu, dalam hidupnya Nabi saw tidak pernah meninggalkan momen Ramadhan sebagai charger (pengisi) kekuatan iman dengan cara beri’itikaf.
Proklamasi kemerdekaan terjadi pada bulan Ramadhan dan kemenangan-kemenangan pun banyak terjadi pada bulan Ramadhan. Marilah kita isi kemerdekaan in dengan semangat Ramadhan. Semangat membangun lahir dan batin. Semangat berjuang mencari ridho Alllah SWT.
Semoga kita dapat meraih kembali kemerdekaan yang hakiki. Amin.##

Sekilas Mengenai Republik Indonesia

Bendera Republik Indoenesia
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung. Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Garuda Pancasila, Lambang Negara Republik Indonesia
Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

DUNIA BERHUTANG PADA ISLAM

Kalo kamu rajin baca buku-buku tentang sejarah perkembangan Islam. Insya Allah, kamu akan mendapatkan kalo Islam tuh hebat banget di masa lalu. Jempolan di saat Eropa dan negara lainnya terbelakang. Bener. Coba deh baca. Kita menyarankan agar kamu rajin datengin perpustakaan sekolah atau perpusatkaan umum. Kalo bosen bisa juga jalan-jalan ke toko buku setempat. Baca sepuasnya, walau kudu ngumpet takut kena tegor penjaga toko. Tapi tentunya yang dibaca adalah buku yang ada kaitannya dengan sejarah perkembangan Islam. Coba ya…
Sobat muda muslim, kayaknya banyak dari kita-kita yang nggak ngeh dengan sejarah Islam yang gemilang banget. Abis kita kebanyakan baca buku-buku yang sebetulnya nggak terlalu berpengaruh besar buat pengetahuan Islam kita. Informasi yang kita dapatkan lebih benyak berita seputar kaum seleb. Sampe obrolan di antara kita pun nggak jauh dari urusan gosip selebritis, sinetron, film, musik, dan seabrek info sejenis. Akibatnya kita jadi males mikir yang berat-berat. Kayaknya, otak kita jadi turun ke dengkul. Karena nggak pernah dipake mikir serius dan bermanfaat.
Nah, ngomong-ngomong soal kejayaan Islam, kita patut bersyukur. Karena kita ditakdirkan oleh Allah Swt. untuk menjadi seorang muslim. Islam itu hebat lho. Mampu memimpin dunia ini selama 14 abad tanpa henti. Sejak Rasulullah saw. memimpin dunia ini, sistem kehidupan Islam baru ambruk tahun 1924. Dihancurkan oleh Musthafa Kamal at-Taturk yang keturunan Yahudi itu bekerjasama dengan Inggris.
Peradaban lain nih, nggak level deh. Sosialisme, termasuk Komunisme cuma bisa bertahan sekitar 70-an tahun. 1917 Revolusi Bolshevic, awal tahun 90-an ambruk. Sampe-sampe grup rock sekaliber Scorpion bikin lagu Wind of Change yang ngetop itu. Mungkin sebagai bentuk “syukuran” kali ye? ? Termasuk yang lagi sekarat sekarang ini adalah kapitalisme. Meski tampak sehat, tapi sistem kehidupan yang mengatur kita saat ini udah keropos dan udah siap–siap akan istirahat dengan tenang. Kita siapin aja kuburannya. Itu sebabnya, kita songsong kebangkitan Islam. Kita sambut dengan hangat. Insya Allah, Islam akan menghancurkan semua ideologi buatan manusia yang udah bikin sengsara dalam kehidupan ini.
Sobat muda muslim, bicara tentang masa lalu Islam, adalah sesuatu yang terindah. Orang Barat yang berpikir obyektif bakalan muji-muji Islam lho. Betapa hebatnya al-Quran yang bisa membimbing manusia menjadi mulia.
“Tetapi hendaklah diingat, bahwa Quran memegang peranan yang lebih besar terhadap kaum muslimin daripada Bibel dalam agama Kristen; ia bukan saja kitab suci dari kepercayaan mereka, tetapi juga merupakan text-book dari upacara agamanya dan prinsip-prinsip hukum kemasyarakatan…Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama di masa kini…” (E. Denisen Ross, seperti dikutip dalam buku Kekaguman Dunia Terhadap Islam) Coba, orang Barat aja mengagumi al-Quran, masak kita males-malesan hanya untuk sekadar baca? Padahal, di dalamnya terkandung banyak pelajaran, termasuk menuntun kita untuk bisa menjadi yang terbaik dengan ilmu pengetahuan. Bener lho.
Itu sebabnya, W.E. Hocking berkomentar, “Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya, bahwa Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan, bahwa hingga pertengahan abad ke tigabelas, Islam-lah pembawa segala apa yang tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat.” (The Spirit of World Politics, 1932, hlm. 461)
Sobat muda muslim, barangkali kitanya yang jarang bersentuhan dengan al-Quran dan juga Islam, hingga kita nggak menyadari kalo kita adalah umat yang mulia dan berhasil memberikan pencerahan kepada umat lain.
Sumbangan Islam Kita kudu bersyukur bahwa Islam amat disegani sekaligus dipuji di seluruh dunia. Sampe-sampe Prof. G. Margoliouth dalam De Karacht van den Islam menuliskan, “Penyelidikan telah menunjukkan, bahwa yang diketahui oleh sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti, dan ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku Latin yang berasal dari bahasa Arab, dan Quran-lah yang, walaupun tidak secara langsung, memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka”
“Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan, dan peradabannya yang tinggi,” komentar Jacques C. Reister. Sobat muda muslim, kekaguman dunia terhadap Islam, bukanlah basa-basi. Buktinya, Islam telah melahirkan begitu banyak ilmuwan yang memberi jalan kepada penduduk dunia untuk bisa menjadi yang terbaik. Dari segala bidang lagi. Dari akidah, syariah, sampe iptek.
Di bidang iptek khususnya, udah nggak keitung sumbangannya. Pernah dengar nama al-Khawarizmi? Nah, inilah penemu salah satu cabang ilmu matematika, Algoritma. Diambil dari namanya, al-Khawarizmi. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770 masehi. Pengaruhnya dalam perkembangan matematika, astronomi dan geografi tidak diragukan lagi dalam catatan sejarah. Pendekatan yang dipakainya menggunakan pendekatan sistematis dan logis.
Beberapa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmatikanya, seperti Kitab al-Jam'a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi, Algebra, Al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabilah, hanya dikenal dari translasi berbahasa latin. Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa. Buku geografinya berjudul Kitab Surat-al-Ard yang memuat peta-peta dunia pun telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris.
Selain beliau, masih ada nama yang patut disebut sebagai penyumbang untuk dunia. Hmm.. bagi kamu yang udah ngelotok ngapalin nama-nama ilmuwan Kimia dari Barat, kayaknya kudu malu deh. Sebab, ada masternya yang diakui oleh dunia. Dialah Jabir Ibn Hayyan. Ide-ide eksperimen Jabir sekarang lebih dikenal sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, non-metal, dan penguraian zat kimia.
Di abad pertengahan karya-karya beliau di bidang ilmu kimia--termasuk kitabnya yang masyhur Kitab al-Kimya dan Kitab al-Sab'een, sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Terjemahan Kitab al-Kimya bahkan telah diterbitkan oleh orang Inggris bernama Robert Chester tahun 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Buku kedua (Kitab as-Sab'een), diterjemahkan juga oleh Gerard Cremona. Lalu tak ketinggalan Berthelot pun menerjemahkan beberapa buku Jabir, yang di antaranya dikenal dengan judul Book of Kingdom, Book of the Balances, dan Book of Eastern Mercury.
Kamu suka mainin bola dunia, alias globe? Nah, inilah orang yang berhasil membuatnya pertama kali. Namanya al-Idrisi, orang Barat menyebutnya Dreses. Al-Idris (1099-1166) dikenal oleh orang-orang Barat sebagai seorang ahli geografi, yang telah membuat bola dunia dari bahan perak seberat 400 kilogram untuk Raja Roger II dari Sicilia. Globe buatan al-Idrisi ini secara cermat memuat pula ketujuh benua dengan rute perdagangannya, danau-danau dan sungai, kota-kota besar, dataran serta pegunungan. Beliau memasukkan pula beberapa informasi tentang jarak, panjang dan ketinggian secara tepat. Bola dunianya itu, oleh Idris sengaja dilengkapi pula dengan Kitab al-Rujari (Roger's Book).
Sobat muda muslim, kagum ya? Tenang, masih ada ilmuwan lainnya yang kudu kamu ketahui. Nashiruddin ath-Thusi, beliau adalah masternya ilmu astronomi dan perbintangan. Ibnu al-Haytsam jagoannya ilmu alam dan ilmu pasti. Beliau menulis buku berjudul al-Manazir yang berisi tentang ilmu optik. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Frederick Reysnar, dan diterbitkan di kota Pazel, Swiss pada tahun 1572 dengan judul Opticae Thesaurus.
Kamu perlu juga berkenalan dengan Ibnu Rusyd, beliau adalah filosof, dokter, dan ahli fikih Andalusia. Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah al-Kulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas jaringan-jaringan dalam kelopak mata. Masih di bidang kedokteran, ada nama yang kayaknya kamu juga udah pernah denger, dialah Ibnu Sina, orang Eropa menyebutnya Avicena. Beliau adalah pakar kedokteran. Meninggalkan sekitar 267 buku. Al-Qanun fi al-Thibb adalah bukunya yang terkenal di bidang kedokteran.
Islam juga punya ahli geografi ulung yang bernama Muhammad bin Ahmad al-Maqdisi. Bukunya, Ahsan at-Taqasim merupakan buku geografi yang nilai sastra Arabnya paling tinggi. Buku tersebut menguraikan tentang semenanjung Arabia, Irak, Syam, Mesir, Maroko, Khurasan, Armenia, Azerbaijan, Chozistan, Persia, dan Karman. Kemudian ada al-Kindi, beliau adalah simbol kedigdayaan ilmuwan muslim. Jempolan dalam ilmu fisika dan filsafat. Beliau bahkan mewariskan sekitar 256 jilid buku. 15 buku di antaranya khusus mengenai meteorologi, anemologi, udara (iklim), kelautan, mata, dan cahaya. Dan dua buah buku mengenai musik. Muhammad, Ahmad, dan Hasan—tiga keturunan Musa Ibnu Syakir, menyumbangkan ilmu teknik pengairan dan matematika. Dan mengenai dunia sejarah, filsafat, dan sosiologi, kudu mengakui sang maestro, Ibnu Khaldun.
Sobat, kalo mau dirinci lagi, wah, kayaknya nggak cukup deh empat halaman buletin ini untuk menuliskan daftar nama ilmuwan muslim yang udah banyak jasanya untuk dunia ini. Dunia memang pantas berhutang kepada Islam dan kaum muslimin, yang telah memberikan jalan untuk meraih kebangkitan ilmu pengetahuan dan teknologi. Amat wajar dong kalo ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar, “Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” Granada adalah benteng terakhir kaum muslimin di Andalusia yang jatuh ke tangan bangsa Eropa yang kafir.
Sobat muda muslim, orang lain di luar Islam saja mengagumi agama kita, masak kita anteng-anteng aja, bahkan nggak kenal Islam dan kejayaannya. Malu dong. Iya nggak? Memang sih, nggak salah-salah amat kita-kita jadi begini. Sebab, Barat udah berhasil memisahkan Islam dari kehidupan kita. Akibatnya, kita jauh banget dengan Islam. Ironinya, banyak di antara kita yang malah mengamalkan ajaran Barat yang kufur. Buwahaya!
Jadi, mulailah belajar tentang Islam. Kalo males? Wah, kayaknya apa yang disampaikan Imam as-Syafi’i patut kita renungkan, “Barangsiapa tidak memanfaatkan masa mudanya untuk menuntut ilmu, maka bertakbirlah empat kali untuknya sebagai tanda kematiannya.” Nah lho. Jadi, kita ngaji yuk!?

Rabu, 10 Agustus 2011

BAHAYA ISLAM LIBERAL

BAHAYA FIRQAH LIBERAL

PENDAHULUAN.
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Artinya : Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fath : 28]
Sebagai rahmat bagi semesta alam
“Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiya :107]
Dan sebagai satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” [Ali-Imran : 19]
Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ja termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ja termasuk firqaih-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang berjudul “Pemikiran Politik Barat” Ahmad Suhelani, MA menjelaskan prinsip-prinsip pemikiran ini. Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio – Kultural dan Politik Masyarakat. [Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no 15 Thn IX/81]
Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis, saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang “pas” dengan orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haq tetapi pada hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai dengan Islam yang diwahyukan dan yang disampaikan oleh Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi yang mereka suarakan adalah bid’ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka dalam makalah ini akan kita uraikan sanad (asal usul) firqah liberal (kelompok Islam Liberal atau Kelompok kajian utan kayu), visi, misi agenda dan bahaya mereka.
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan pemurnian, kembali kepada al-Qur’an dan sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam [Charless Kurzman: xx-xxiii]
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-18..) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ja membuka suatu kolese yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme [William Montgomery Waft: 132]
Di Mesir muncullah M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu’tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar’ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966). Lalu yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatatan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur’an hanyalah system demokrasi tidak yang lain.[Charless: xxi,l8]
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-quran model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. [Mu’adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur’an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143]
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur’an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur’an adalah ideal moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan.[Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143]
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid [Adiyan Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton, Sabili no. 15: 88]
Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah rnenyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama” [Nurcholis Madjid : 239]
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain. Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis La’natullah ‘alaih. (Ali Ibn Abi aI-’Izz: 395) karena itu JIL bisa diplesetkan dengan “Jalan Iblis Laknat”. Sedang paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto Render Unto The Caesar what The Caesar’s and to the God what the God’s (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan). Muhammad Imarah : 45) Karena itu ada yang mengatakan: “Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat” Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan bersambung sanadnya kepada lbn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan keimanan Fir’aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa ‘alaihis salam [Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230]
MISI FIRQAH LIBERAL
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang (tepatnya : rnenghancurkan) gerakan Islam fundamentalis. mereka menulis: “sudah tentu, jika tidak ada upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok-kelompok agama yang ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan yang terbuka (inklusif) plural, dan humanis adalah salah satu nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis.”
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima cirri-ciri,yaitu.
[1]. Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
[2]. Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
[3]. Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
[4]. Mereka yang mempropagandakan bahwa islam adalah agama dan negara
[5]. Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon [Muhammad Imarah : 75]
AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL
Dalam tulisan berjudul “Empat Agenda islam Yang Membebaskan; Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam Liberal.
Pertama : Agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja.
Kedua : Mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
Ketiga : Emansipasi wanita dan
Keempat : Kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat agenda mereka adalah.
[1]. Pentingnya konstekstualisasi ijtihad
[2]. Komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan
[3]. Penerimaan terhadap pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama
[4]. Permisahan agama dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara [Lihat Greg Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina 1999: XXI]
BAHAYA FIRQAH LIBERAL
[1]. Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah AzZa wa Jalla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh Iblis, Barat dan pan Thaghut lainnya.
[2]. Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad, sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan Islam Liberal. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman”. [Al-Hujurat : 11]
[3]. Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur’an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan “jalan baru” dalam menafsiri al-Qur’an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri-li al-Qur’an menafsiri ayat (Faq tho ‘u aidiyahumaa) dengan “maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan mencukupi kebutuhannya.” [Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya, Senin 4 Muharram 1423]
Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Artinya : Yang paling saya khawatirkan atas adaalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur’an.”
Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur’an padahal merekalah yang mencampakkan Al-Qur’an”
Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. [Lihat Ahmad Thn Umar al-Mahmashani: 388-389]
[4]. Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak orang Barat.
[5]. Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orang-orang mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam LiberaL .Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang diancam oleh Allah:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” [An-Nisaa’ 115].
[6]. Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka mengaku sebagai “pembaharu” bahkan “super pembaharu” yaitu neo modernis. Allah berfirman:
“Artinya : Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,” mereka menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. [Al-Baqarah 11-13]
[7]. Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
[8]. Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid’ah dan setiap bid’ah pasti memecah belah.
[9]. Mreka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup.
[10]. Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga gagasannya terkesan “asbun” dan asal “comot” . Lihat saja buku Charless Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi (revivalis) itupun dimasukkan kedalam kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
“Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam.” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim] (Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya]. Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allah ta’ala berfirman:
“Artinya : Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. JIka kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [Al-Anfaal : 73]
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya sebab mereka itu “sederhana” tidak memiliki landasan keilmuwan yang kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. [Lihat Bahaya Islam Liberal: 40, 64-65]
[Disalin dari Majalah As Sunnah Edisi 04/VI/1423/2002M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]

RAPOR MERAH IDEOLOGI DEMOKRASI

RAPOR MERAH IDEOLOGI DEMOKRASI

Isu demokrasi telah mendunia. Ideologi produk Barat ini (baca: orang-orang kafir) lantas dipaksakan atas negara-negara lain, termasuk pada komunitas kaum muslimin. Opini yang dihembuskan, bahwa kesengsaraan dan penderitaan rakyat suatu negara berpangkal pada hilangnya ruh demokratis di tengah mereka. Ketika suasana demokratis telah menaungi sebuah negara, maka rakyat akan hidup dalam kemakmuran yang merata(?!).
Faktanya, justru, wajah demokrasi melahirkan masalah-masalah baru yang tidak bisa dianggap sepele oleh umat Islam. Berikut ini sedikit tentang pelanggaran-pelanggaran ideologi demokrasi secara ringkas, baik ditinjau dari hukum asalnya, atau mekanisme-mekanisme penyelenggaraan negara dalam negara berdemokrasi (dimanapun) ditinjau dari sudut pandang Islam.
PELANGGARAN TERHADAP AKIDAH ISLAM
Pelanggaran dalam aspek akidah ini, lantaran ideologi demokrasi memutuskan hukum berdasarkan suara mayoritas. Apapun hasilnya, pilihan suara mayoritas itu akan diputuskan sebagai peraturan yang mengikat. Suara terbanyak dikultuskan, dan penetapan hukum-hukum hanya berada di tangan sekelompok orang saja.
Demokrasi yang bertumpu pada ketaatan pada suara mayoritas telah mengakibatkan terjadinya syirkuth-thâ’ah (menyekutukan sesuatu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada aspek ketaatan dengan mutlak). Simaklah ayat berikut:
أم لهم شر كؤا شرعوا لهم من الذين ما لم يأذن به الله
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? [asy-Syûra/42:21]
Hukum Allah itulah yang mestinya (wajib) diterapkan dalam seluruh bidang kehidupan sosial kemasyarakatan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala al-Khaaliq (Dzat Yang Maha Menciptakan) dan Maha Tahu apa yang paling bermanfaat dan mengandung maslahat sebesar-besarnya bagi makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu” [Yûsuf/12:40].

MEMICU KEMUNAFIKAN
Calon-calon legislatif atau eksekutif berusaha menampilkan citra dirinya sebagai figur yang baik. Tak kurang, misalnya dalam soal nama, disematkanlah label Haji (H) dan Hajjah (Hj). Penyematan gelar-gelar seperti ini atau yang sejenisnya, seolah menjadi “wajib”. Ucapan-ucapan manis dan janji-janji menarik menghiasi bibir-bibirnya. Semuanya menjanjikan perbaikan keadaan dan meningkatkan kemakmuran rakyat.
Namun, begitu usai dan berhasil menggenggam jabatan, ternyata kepentingan pribadi, partai atau golongan berbalik menjadi tujuan utamanya. Janji-janji yang pernah diucapkan hanyalah isapan jempol. Itulah sebuah kedustaan. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” [at-Taubah/9:119].
Juga disebutkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda kemunafikan ada tiga. Jika berbicara, ia dusta. (2) Jika berjanji, ia mengingkari. (3) dan jika dipercaya, ia berkhianat” [HR al-Bukhâri, no. 32, dan Muslim, no. 89]
MENYUBURKAN BUDAYA SUAP
Politik uang tidak bisa lepas dari alam demokrasi. Misalnya dengan pembagian sembako, hadiah, atau bantuan lain. Ini dilakukan oleh calon-calon pencari kekuasaan untuk menarik simpati kalangan bawah. Apapun bentuknya, ketika materi berbicara, itulah esensi dari politik uang. Dalam terminologi fiqih sebagai risywah (suap) yang diharamkan Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ الرَّاشِيْ وَالْمُرْتَشِيْ
“Allah melaknat penyuap dan orang yang disuap”. [HR at-Tirmidzi dan Ibnu Maajah dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni, Shahîh at-Targhib wat-Tarhib, 2/261].
PUJIAN BAGI DIRI SENDIRI
Dalam alam demokarsi, sebagian calon-calon eksekutif maupun legislatif senang memuji diri sendiri. Saat kampanye sering menyatakan sebagai pihak yang paling pantas mengemban amanah rakyat. Pujian-pujian dan sanjungan-sanjungan juga dipaksakan oleh tim suksesnya demi kemenangan calon-calonnya. Bisa disaksikan, baliho-baliho, spanduk-spanduk maupun iklan-iklan dijejali dengan ungkapan-ungkapan pujian, gambar-gambar bagaimana orang-orang yang mencalonkan diri (atau dicalonkan) berempati kepada rakyat kecil, rela berkotor-kotor keluar masuk pasar tradisional (yang sebelumnya tidak pernah dilakukan) guna mendulang simpati lebih besar. Bila mreka tidak berhak dipuji, berarti telah terjadi penipuan dan kedustaan. Jika sepertinya pantas memperoleh pujian, ini pun tidak perlu dilakukan.
Hal ini karena pada asalnya, memuji diri sendiri tidak boleh (haram). Seseorang dituntut agar rendah hati, tidak menonjolkan diri, atau membanggakan diri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. [an-Najm/53:32].

SIAPAPUN BISA TERPILIH, MESKI ORANG PALING ZHALIM DAN TERBEJAT SEKALIPUN
Proses pencapaian kursi kekuasaan dalam ideologi demokrasi melalui mekanisme kepartaian. Masing-masing partai mendelegasikan orang pilihannya. Lantas, masyarakat menentukan pilihan pada siapa saja yang mereka kehendaki, tanpa memandang baik buruknya individu tersebut. Dalam penghitungan suara, para wakil yang memperoleh suara terbanyak akan memperoleh tempat. Demikian pula, pemegang kekuasaan (eksekutif) berdasarkan suara terbanyak, bagaimanapun buruk sifat dan karakter mereka.
DEMOKRASI MEMECAH PERSATUAN UMAT
Ideologi demokrasi melahirkan pembentukan partai-partai yang sangat berpotensi menimbulkan perpecahan dan fanatisme buta terhadap golongan. Secara tidak langsung juga menumbuhkan bahaya laten konflik antar simpatisan. Bahkan untuk membela golongannya rela mempertaruhkan kematinya. Sedangkan Islam mengutamakan persatuan dan mencela perpecahan.
ADANYA UNSUR PERJUDIAN DALAM PESTA DEMOKRASI
Terjadinya persaingan dalam meraih kekuasaan, telah menginspirasikan berbagai cara ditempuh untuk memenangkan suara. Bagi yang kalah, ia akan mengalami banyak kerugian. Inilah hasil yang akan didapat pihak pecundang. Sebaliknya, pihak yang memenangkan, ia akan memperoleh keuntungan. Meskipun pada hakikatnya, semua pihak mengalami kerugian dalam pesta yang menelan anggaran, baik negara maupun individu yang sangat besar ini. Dikatakan oleh Syaikh ‘Abdul-Muhsin –hafizhahullah- realita ini mirip dengan qimâr (perjudian).
DEMOKRASI MENGAJARKAN KEBEBASAN MUTLAK
Demokrasi terbangun di atas asas kebebasan mutlak, meskipun berupa kekufuran atau kebejatan dan degradasi moral. Setiap orang bebas melontarkan atau bertindak serta meyakini apa saja, tanpa memperhatikan norma agama maupun norma sosial, etika. Dalihnya, karena semua orang bebas menentukan pilihan pribadinya tanpa intervensi orang lain.
Demikian, sebagian pelanggaran demokrasi terhadap syariat Islam. Ketika sebuah sistem berlandaskan pada pemikiran yang rusak (kekufuran), maka tak dapat terelakkan, out putnya pun tidak jauh berbeda. Yakni membuahkan hasil yang sama-sama rusak dan berakibat buruk bagi orang banyak.
Wallahul-Hadi ilâ Shirâthil-Mustaqîm.
Marâji`:
1. Al-Adlu fi Syarî’atil Islâm wa Laisa fid-Dimaqratiyyah al-Maz’umah, ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd Darut-Tauhid, Riyadh, Cetakan I, 1428 H.
2. Hukmu ad-Dimaqrathiyyah fil-Islâm, Munkarât wa Mukhalafât Syar’iyyah Tahshulu fil- Intikhabât, Dr. Hamd bin Muhammad al-Hâjiri, Cetakan I, Tahun 1427 H – 2006 M, tanpa penerbit
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04//Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Senin, 01 Agustus 2011

PELAKSANAAN ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA DAN PROSPEK KE DEPANNYA


PELAKSANAAN ADMINISTRASI PUBLIK DI
INDONESIA DAN PROSPEK KE DEPANNYA

A.       Administrasi Negara (Publik), sebuah Pemahaman
Membicarakan ilmu administrasi publik (public administration science) dari sisi historis dapat dijabarkan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama menceritakan mengenai perkembangan ilmu ini secara umum dan pendekatan kedua yaitu dari sisi perkembangan paradigma. Tulisan ini tidak akan berusaha untuk memberikan sinopsis singkat mengenai kedua pendekatan tersebut maupun salah satunya, namun demikian tidak dapat dihindari apabila kita berusaha untuk menyelidiki bagaimana pengimplementasian ilmu ini di Indonesia, terlebih dahulu kita harus mendapatkan pemahaman yang jelas dan komprehensif akan jati diri disiplin ini.
Nicholas Henry sebagaimana dikutip oleh Thoha menyatakan, apabila kita ingin mengetahui lebih jauh akan ilmu ini, sebaiknya dipahami lewat periodisasi berdasarkan paradigma. Pemahaman melalui metode ini amat bermanfaat karena dengannya, seseorang akan mengetahuilocus di mana bidang ini dipahami dalam tingkatannya yang sekarang ini1, sekaligus memberikan kita gambaran akan kontekstualisasi dan asumsi yang diimani oleh sarjana dan ilmuwan administrasi publik pada masanya.
Perkembangan paradigma dalam ilmu administrasi publik tersebut dibagi ke dalam lima tahap: paradigma dikotomi politik-administrasi (1900-1926), prinsip-prinsip administrasi (1927-1937), administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970), administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-  1970), dan administrasi negara sebagai administrasi negara (tahun 1970).2
Mulai tahun 1970-an sampai sekarang, para sarjana administrasi publik belum mengemukakan paradigma yang baru. Namun menurut Thoha, periode 1970-1980 disebutnya sebagai paradigma pembangunan. Hal ini didasarkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1970 menyatakan tahun tersebut sebagai awal dari masa pembangunan. Dalam hal ini administrasi negara menitikberatkan pandangannya pada administrasi pembangunan.3
Tiadanya paradigma baru yang dilontarkan para sarjana setelah paradigma yang kelima sesungguhnya menyiratkan akan adanya krisis definisi dan kesesatan pegangan atau acuan, meskipun paradigma yang berganti-ganti dalam waktu singkat bukanlah merupakan suatu hal yang sehat pula. Pada masa setelah itu para sarjana muda yang progresif kemudian menerbitkan literatur-literatur yang bersifat avant garde karena mampu menawarkan pranata-pranata baru, sebagai jawaban akan kecenderungan adminisitrasi publik yang semakin bersifat stagnan, tidak produktif, dan yang merupakan kritik paling utama: tidak mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat saat itu. Pranata-pranata baru tersebut berusaha didedahkan oleh Frank Marini seperti dikutip oleh Thoha, di mana salah satunya yaitu konsepsi “organisasi yang memusatkan pada klien” (client based organization).4
Organisasi yang berpusat pada klien (masyarakat) tersebut kiranya benar adanya dan bahkan dapat dikatakan merupakan jiwa, esensi, dan roh dari ilmu administrasi publik sendiri. Mengapa? Karena administrasi publik mengada atas dasar kebutuhan masyarakat. Singkatnya, administrasi negara merupakan suatu sistem yang menjawab persoalan masyarakat. Gerald Caiden dalam halaman awal bukunya menyatakan bahwa disiplin administrasi negara ini
pada hakikatnya adalah suatu disiplin yang menanggapi masalah-masalah pelaksanaan persoalan-persoalan masyarakat (public affairs), dan manajemen usaha-usaha masyarakat (public business).5
Kesimpulannya, apabila dewasa ini diikhtiarkan sebuah narasi yang bernama “ilmu administrasi publik”, maka sudah tidak relevan lagi untuk mengisolasikan satu dengan yang lainnya antara administrasi dengan politik. Pergayutan dan simbiosis di antaranya sudah sangat dipahami oleh semua sarjana sebagai tidak terpisahkan. Tidak ada lagi pemeo “when politic end administration begin”, yang ada adalah “perkawinan antara kedua ilmu tersebut”, sebuah istilah yang diucapkan George Frederickson ketika dia mengomentari Introduction to Study of Public Administration, sebuah buku karangan Leonald D. White yang mematahkan premis dikotomi politik- administrasi oleh Woodrow Wilson, seperti dikutip oleh Thoha. Thoha sendiri berkata bahwa ilmu administrasi negara adalah anak kandung kedua ilmu tersebut (politik dan administrasi). Atas pemahaman ini, lebih lanjut Thoha secara eksplisit mendefinisikan adminstrasi negara sebagai pengetahuan administrasi yang diterapkan ke dalam kegiatan politik atau negara atau pemerintahan.
Sementara kalangan mengakhiri konflik dan kebingungan dalam merumuskan bagaimana hubungan antara administrasi dan politik dengan menyimpulkan bahwa horizon ke depan pengembangan ilmu ini adalah pergaulan yang intensif di antara keduanya, disadari pula bahwa pengembangan ilmu ini ke depannya akan berkutat pada isu program-program pembangunan. Kesadaran ini telah muncul sejak Perang Dunia II berakhir, di mana pada waktu itu di negara-negara Barat dipercaya bahwa tatanan dunia baru yang terbentuk pascaperang harus diisi dengan reformasi manajemen, stabilitas politik, sosial, dan ekonomi. Untuk mewujudkan hal itu, tak lain hanya dapat dilakukan melalui program pembangunan yang masif dan eksesif. Target utama dari kesemua hal tersebut yaitu terwujudnya masyarakat yang semakin baik. Maka dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, prioritas utama selain pembangunan fisik juga meliputi pembangunan sektor publik yang besar dan produktif. Konsekuensi logisnya, berusahalah untuk diciptakan sebuah sistem pelayanan publik yang baik dan berkualitas. Di titik ini, dapat dilihat bahwa administrasi memegang peranan penting. Sebagai catatan, fenomena dan euforia pembangunan dan peningkatan kapasitas pelayanan publik di Barat ini mendapatkan momentumnya untuk menjadi gejala global karena pada waktu tak lama berselang, negara-negara berkembang pun sedang giat-giatnya melakukan pembangunan sektor ekonomi dan penataan administrasi pembangunan, termasuk di antaranya Indonesia.7
Terakhir, sebagai penutup pembahasan mengenai pemahaman administrasi publik dewasa ini, perlu diketengahkan pernyataan Eran Vigoda seperti dikutip oleh Thoha yang mengidentifikasikan tiga core sources dari ilmu administrasi negara: (1) political science and policy analysis, (2) sosiologi dancultural studies, dan (3) manajemen organisasi dan business science, included organization behavior science and human resources science(the human side of public sytem)8. Ketiga pokok tema itulah yang membingkai dan mewarnai  terbentuknya dan berkembangnya ilmu administrasi publik sebagai sebuah  disiplin ilmu yang mempunyai legitimasi akademis.
B.        Pelaksanaan Administrasi Negara di Indonesia
Sebelum menguraikan bagaimana administrasi negara dijalankan atau diimplementasikan di negeri ini, perlu dipahami sebelumnya bahwa administrasi merupakan sebuah proses sivilisasi yang berkesinambungan secara kontinu9. Artinya, apa yang terjadi dalam pelaksanaan sistem administrasi di Indonesia dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari apa yang terjadi di masa lalu.
Untuk mengetahui sejarah pelaksanaan adminisrasi negara di negeri ini, dapat ditelisik buku karangan Bintoro Tjokroamidjojo yang berjudul “Perkembangan Ilmu Administrasi Negara di Indonesia: Research di Indonesia 1945-1966.”
Di dalamnya dikatakan, sebelum tahun 1945, administrasi yang dianut oleh negeri ini adalah sistem administrasi pemerintahan Kerajaan Belanda, karena pada masa itu Indonesia belum merdeka akibat penjajahan Belanda. Pengaruh konsep kontinental sangat kuat saat itu, di mana pendidikan hukum dianggap sebagai persiapan utama dan bahkan satu-satunya syarat untuk membentuk dan mempersiapakan seorang administrator yang akan bertugas. Akibatnya, corak administrasi negara saat itu bersifat terlampau legalistis- formal dan normatif, yang pada akhirnya menjadikan birokrasi sebagai lembaga yang steril.10
Selepas Indonesia merdeka pada tahun 1945, barulah negeri ini berkuasa secara penuh dan otonom untuk melaksanakan sistem administrasinya sesuai dengan suasana dan keadaan lingkungan saat itu dan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan saat itu. Ditambah dengan semangat untuk lepas dari warisan kolonial dan euforia kemerdekaan bergelora di masyarakat, maka berusahalah diciptakan pembaruan tatanan administrasi negara. Namun seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan pembuka bab ini bahwa administrasi pada dasarnya berjalan secaraincremental dan tidak bisa dilepaskan dari pengaruh masa lalu, maka dapat ditebak penyelenggaraan administrasi negara pada masa pascakemerdekaan tidak jauh berbeda dengan praktik yang telah ada sebelumnya karena masih kuatnya pengaruh sistem administrasi Belanda.
Selain itu, sistem administrasi juga tidak dapat berjalan dengan efisien dan efektif karena para administrator dan pejabat negara pada waktu itu menempati posisi-posisi administrasi tanpa pernah mengecap pendidikan administrasi negara sebelumnya, dan juga tanpa kesempatan bekerja di bawah pengawasan ahli administrasi yang berpengalaman dan kompeten.
Menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan sistem administrasi negara, Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia mencanangkan reformasi administrasi. Pada tahun 1954, Soekarno bersama Perdana Menteri H. Djuanda mengundang guru besar ilmu administrasi publik dari Cornel dan Pitsburgh, Edward H. Litchfield dan Alan C. Ranlin untuk mengadakan penelitian mengenai administrasi kepegawaian di Indonesia. Agaknya pemerintah waktu itu terpukau dengan sistem administrasi negara di Amerika Serikat (AS) yang dikembangkan melalui pendekatan yang modern, praktis, dan efisien12. Sebagai hasilnya, penelitian mereka dirumuskan dalam suatu saran program aksi kepada pemerintah yang mereka beri judulTraining
Administration on Indonesia. Beberapa saran yang diberikan oleh perutusan ini kepada pemerintah antara lain perlu didirikannya lembaga pendidikan administasi yang nantinya dapat dipergunakan mendidik para pegawai dan administrator pemerintah, ditatanya susunan kementerian yang efektif, didirikannya fakultas dan universitas yang mengajarkan ilmu administrasi negara seperti yang dikembangkan oleh AS, dan dibangunnya badan perancang nasional. Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi tersebut, pemerintah pun mendirikan Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Jakarta, Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Jurusan Ilmu Usaha Negara (yang kemudian menjadi Jurusan Ilmu Administrasi Negara), Badan Perancang Nasional (yang kelak di kemudian hari berubah menjadi Badan Perencanaan Nasional), dan Kantor Urusan Pegawai (yang kelak kemudian menjadi Badan Administrasi Keegawaian Negara dan sekarang berubah menjadi Badan Kepegawaian Negara). Seterusnya, reformasi administrasi yang digalakkan ini mampu menjadikan sistem administrasi Indonesia meninggalkan coraknya yang legalistis seperti di Eropa menjadi lebih bersifat modern, praktis, pragmatis, efisien, dan efektif seperti yang juga banyak dikembangkan di AS.
Cerita di atas dapat dikatakan merupakan buah dari reformasi administrasi pertama yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya, reformasi administrasi yang kedua terjadi seiring dengan pergantian pucuk kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto, dari rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru.
Reformasi kedua yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto ini menurut penulis bukanlah merupakan suatu reformasi administrasi yang dilakukan karena kebutuhan untuk melakukan reformasi administrasi itu sendiri, melainkan hanya merupakan ekses, atau bahkan dapat dikatakan externalities yang mau tak mau harus terjadi, dari kebijakan penguasa. Soeharto menjalankan kekuasaan dengan motif utama untuk melanggengkan kekuasaannya. Untuk itu, berbagai strategi pun ia tempuh. Menurutnya, kekuasaan yang ia pegang hanya akan mampu dipertahankan apabila negara mengalami kestabilan sosial, politik, dan terutama ekonomi. Untuk melakukannya, pembangunan di dalam negeri ia genjot habis-habisan karena hanya dengan pembangunanlah maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan syarat utama kestabilan ekonomi. Untuk mewujudkan keinginan mewujudkan stabilitas ini pula, maka visi dan penyelenggaraan pemerintahan, dalam bidang apa pun, harus dilaksanakan secara sentralistis. Lima tahun setelah menjabat presiden, payung hukum untuk mewujudkan negara sentralistis ini diwujudkan salah satunya melalui diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 dan 45 Tahun 1975 yang mengatur penyusunan sistem serta struktur lembaga birokrasi pemerintah. Sebagai akibatnya, semua hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan birokrasi pemerintah diseragamkan, mulai dari kelembagaan dan sistem departemen, sistem penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban anggaran, rekrutmen pegawai, pengangkatan pejabat, sistem diklat pegawai, sistem penggajian pegawai, sampai sistem pengawasan.
Sementara berkaitan dengan pembangunan, meskipun pertumbuhan ekonomi pada masa pemerintahannya memang terbukti meningkat pesat sesuai dengan yang diharapkan Soeharto, namun ada satu hal yang mengganjal. Dana dari pembangunan itu kebanyakan merupakan hasil dari pinjaman terhadap negara dan lembaga donor, yang sebagai akibatnya harus ditanggung oleh pemerintahan-pemerintahan yang berkuasa setelahnya15. Sedangkan dari perspektif ilmu administrasi publik, program pembangunan Orde Baru ini dapat dikatakan menghancurkan bangunan pemahaman akan konsepsi dan pengimplementasian ilmu administrasi publik yang sejati yang dilakukan oleh Indonesia yang sedang membangun dan berkembang usai kemerdekaan diraih. Pada masa itu, dikenalkan suatu konsep baru administrasi yang terkesan berusaha untuk dikompatibelkan terhadap program pembangunan pemerintah, yaitu administrasi pembangunan. Buku karangan Bintoro Tjokroamidjojo yang berjudul “Pengantar Administrasi Pembangunan“ merupakan satu-satunya buku yang mengemukakan masalah-masalah administrasi dengan contoh- contoh empiris negara Indonesia yang sedang giat-giatnya membangun. Miftah Thoha dalam “Ilmu Administrasi Publik Kontemporer“ menjelaskan kekacauan ini:
Konsepsi administrasi negara belum mantap pada awal perkembangannya, tetapi dengan secara tiba-tiba kita melompat jauh dengan pengenalan konsepsi administrasi pembangunan. Sehingga dengan demikian isi (content) dan bentuk (structure) administrasi negara kita belum menunjukkan isi dan bentuk yang jelas.16
C.       Pelaksanaan Administrasi Publik di Indonesia
Dalam tulisan ini, penulis sengaja memisahkan pembahasan pengimplementasian antara administrasi negara dengan administrasi publik di Indonesia. Perbedaan label ini dikarenakan munculnya suatu gerakan dari beberapa kalangan akademisi yang mempertanyakan aktualitas dan relevansi dari istilah yang selama ini ada. Sebagai informasi, administrasi negara merupakan terjemahan indonesia dari public administration. Artinya, dalam pengindonesiaan kata public administration, kata ”public“ dipahami sebagai “negara”.
Pemahaman kata “public” sebagai “negara” inilah yang kiranya mendapatkan gugatan. Negara sebagai representasi kata publik dapat diartikan bahwa negara sebagai pemegang otoritas tertinggi yang bersifat otoriter, publik lebih ditekankan pada pemahaman negara. Hal ini wajar karena pada masa- masa awal pengenalan ilmu ini di Indonesia, segala sumber orientasi kekuasaan berasal dari negara dan berpusat kepada negara, sehingga tidak heran segala aspek penyelenggaraan kehidupan publik menganut perspektif hal ini, termasuk dalam hal ini penyelenggaraan administrasi publik. Kecenderungan ini bertahan sampai berpuluh-puluh tahun lamanya, bahkan terlihat semakin ekstrim pada masa Orde Baru di mana administrasi publik dan seluruh jajaran birokratnya semata-mata dimanfaatkan hanya sebagai alat untuk menegakkan kekuasaan negara.
Kini setelah Orde Baru tumbang dan memasuki Orde Reformasi, wajarlah kiranya bila istilah adminstrasi negara di Indonesia diganti menjadi administrasi publik, sesuai dengan terjemahan harafiah dari sumber aslinya:  public administration. Hal ini sudah seharusnya terjadi karena dengan bergantinya penyelenggaraan negara dari otoriter menjadi demokratis, maka penyelenggaraan administrasi publik pun haruslah sesuai dengan semangat dan asas yang terjadi di ranah politik: bersifat demokratis. Dalam bahasa yang lain, Indonesian public administration yang baru merupakan perubahan paradigma dari proses pemerintahan (government) menjadi proses kepemerintahan (governance). Secara ideologis, perubahan ini dapat dikatakan telah mengembalikan administrasi publik yang selama ini telah hilang dengan mengembalikannya kepada jati diri aslinya, di mana melayani kepentingan masyarakat tanpar es er ve merupakan tujuan utamnya.
Maka dari itu, segala praktik penyelenggaraan public administration yang terjadi pada masa sebelumnya harus dirombak total, karena sudah tidak sesuai dengan semangat zaman dan tidak kompatibel dengan perspektif baru penyelenggaraan negara yang bersifat demokratis. Hal ini secara tersirat juga diamini oleh pemerintahan setelah Orde Baru, di mana jargon demokratisasi birokrasi (pelayanan publik) sebagai fokus kegiatan administrasi publik sering disuarakan oleh aktor-aktor pemerintah.
Kini setelah 10 tahun lebih pemerintahan otoriter tumbang, bagaimana pelaksanaan adminsitrasi publik di Indonesia? Tampaknya, waktu selama itu masih belum membuat penyelenggaraan administrasi publik beranjak dari masa transisi. Pemerintah masih sering menyuarakan jargon reformasi birokrasi dan good governance. Ini artinya, selama ini pemerintah belum berhasil mereformasi administrasi publik secara total. Miftah Thoha dalam Administrasi Publik Kontemporer mengemukakan pandangannya terhadap penyelenggaraan administrasi publik dewasa ini:
Kelembagaan dan sistem administrasi negara kita hingga sekarang ini masih seperti yang direformasi oleh Presiden Soeharto. Belum ada perubahan sedikitpun. Susunan dan struktur organisasi kelembagaan birokrasi pemerintah masih seperti dulu. Sementara itu lingkungan strategis nasional dan global baik politik maupun ekonomi telah mengalami perubahan yang dahsyat.
Sebagai bukti bahwa reformasi administrasi publik di Indonesia tidak bergerak maju secara signifikan, selama ini masih banyak terdengar keluhan dari masyarakat terhadap performa birokrasi. Setiap hari kolom “suara pembaca” di setiap surat kabar selalu dipenuhi keluhan dari mastarakat yang tidak puas dengan pelayanan publik. Hasil dari jajak pendapat ini dapat dijadikan ilustrasi tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik:
Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang tecermin dari hasil jajak pendapat tersebut sebaiknya tidak kita telan mentah-mentah, melainkan seharusnya kita kritisi pula. Indonesia merupakan masyarakat multikultur. Sebagaimana ciri dominan masyarakat multikultur, seingkali apriori buruk sangka dan stereotip negatif mengakibatkan kebanyakan warga masyarakat lebih memosisikan lembaga birokrasi dan personel anggotanya dalam kesan yang kurang atau tidak baik atau buruk, ketimbang dalam posisi in between di antara yang baik dan yang buruk. Kebiasaan itu juga menyebabkan masyarakat kehilangan kemampuan untuk tidak selalu mengutamakan nilai-nilai dan idealisasi berbasis kultur dominan dalam menilai segala sesuatunya.
Salah satu contoh konkrit adalah apabila kita bermaksud mengkaji kinerja birokrasi, kita terbiasa membandingkan dengan kinerja birokrasi di AS atau negara maju lainnya. Perbandingan ini karena masyarakat mempunyai keinginan, hasrat, dan tuntutan agar kualitas pengabdian dan pelayanan birokrasi, sama seperti kualitas pengabdian dan pelayanan publik di negara maju. (Tapi apa salahnya? Pemerintah sendiri sejak era Soekarno sudah berusaha untuk mengadopsi sistem administrasi AS.) Padahal dalam mencoba memotret kinerja birokrasi, sebaiknya yang kita pakai adalah kondisi dan fakta sebagaimana adanya (das sein) dan juga didasarkan kepada berbagai pertimbangan yang membedakan secara substansial dan material antara birokrasi kita dengan birokrasi di negara lain. Apabila pertimbangan tersebut menjadi acuan bagi masyarakat, maka akan terlihat bahwa pembandingan antara Indonesia dengan negara maju tersebut tidaklah relevan dan terlampau jomplang karena kondisi bangunan administasi publik di Indonesia yang belum mapan dan belum jelas.
Namun yang menjadi catatan, teori mengenai ciri khas masyarakat multikultur tersebut hanya dapat dijadikan sebagai dalih oleh birokrat pada masa-masa awal transisi administrasi publik di Indonesia, yaitu pada awal Era Reformasi. Apabila sampai sekarang, 10 tahun setelah Reformasi berjalan, masyarakat tetap terlihat tidak puas terhadap birokrasi, maka dalih perihal kecenderungan masyarakat untuk memandang negatif birokrasi menjadi tidak berlaku sebab masa 10 tahun kiranya lebih dari cukup untuk (seharusnya) dikatakan sudah melewati masa transisi dan pembelajaran dari yang buruk menjadi ideal.
Ketidakpuasan masyarakat yang tecermin dalam jajak pendapat tersebut tidak boleh diabaikan dan harus dijadikan bahan refleksi karena salah satu ciri dari administrasi publik adalah usaha yang dilakukannya sangat tergantung dari penilaian mata rakyat banyak19. Sementara itu, Gerald E. Caiden seperti dikutip oleh Suharyanto juga mengungkapkan bahwa salah satu karakter pokok dari administrasi publik adalah banyak yang diharapkan darinya20. Oleh karenanya, wajar pula apabila masyarakat mempunyai standar yang tinggi dalam menilai kinerja birokrasi. Maka apabila didapatkan kesimpulan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik oleh masyarakat dinilai tidak memuaskan dan tidak memenuhi standar yang mereka harapkan, kiranya pemerintah harus menindaklanjutinya dengan tepat dan bijaksana.
Mengapa perubahan administrasi publik yang diharapkan itu tak kunjung terjadi? Miftah Thoha dalam Administrasi Publik Kontemporer memberikan pendapat pribadinya mengenai hal ini:
Mulai pemerintahan reformasi yang dilakukan di awal tahun 1998, saya mempunyai pandangan bahwa pemerintah kita hingga kini belum pernah melakukan reformasi dan bahkan pemerintah yang silih berganti itu kurang perhatiannya terhadap sistem dan tata laksana administrasi negara kita. Apa visi pemerinah terhadapreformasi atau perubahan sistem administrasi negara sampai sekarang saya belum mengetahui secara jelas.
Ya, memang tampaknya inilah masalah utamanya. Pemerintah tidak mempunyai komitmen yang serius dalam melakukan reformasi administrasi (birokrasi). Akibatnya, birokrasi masih terjebak dalam struktur dan sistem peninggalan Orde Baru. Prof. Yeremias T. Keban dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar administrasi publik UGM menyatakan bahwa pembangunan birokrasi di Indonesia adalah agenda kenegaraan yang terabaikan.22
Jika kita membaca berita-berita mengenai birokrasi yang marak belakangan, memang jelas terlihat bagaimana seseunguhnya kapasitas birokrasi kita. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk tim khusus yang menangani rekening liar di sejumlah departemen dan instansi negara, yang akan mulai bekerja awal Januari 2009. Dilaporkan bahwa ada lebih dari 10 departemen yang dilaporkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menggunakan rekening liar23. Selain itu, BUMN Pertamina sebagai produsen dan distributor tunggal tabung LPG mengalami kekacauan manajemen sehingga terjadi kelangkaan LPG di sejumlah daerah.
Dari kejadian tersebut dapat pula disimpulkan, seringkali tidak terjadi sinkronisasi antara kebijakan pemerintah dengan pengimplementasiannya di lapangan oleh aparatur publik. Pemerintah telah menerbitkan UU tentang penertiban rekening liar, namun justru kenyataannya ditengarai ada ribuan rekening liar yang dimiliki berbagai departemen dan instansi pemerintah. Dalam konteks kasus kelangkaan LPG, pemerintah memaksa rakyat untuk melakukan konversi dari minyak tanah ke LPG namun kenyataannya justru pemerintah melalui Pertamina kedodoran untuk menyelenggarakan pengadaan tabung LPG secara tepat dan lancar.
Lebih jauh, penyelenggaraan administrasi publik di Indonesia selain jauh dari ideal juga dapat dikatakan tercerabut dari akarnya karena tidak dapat diidentifikasinya ciri-ciri pokok yang terkandung dalam administrasi publik. Salah satunya yaitu ciri dari administrasi publik di mana dalam memberikan pelayanannya tidak dikendalikan oleh harga pasar, melainkan ditentukan oleh rasa pengabdian kepada masyarakat umum24. Jika demikian, bagaimana hal ini menjelaskan fluktuasi harga BBM di negara kita yang ditentukan oleh harga pasar (harga minyak dunia)? Meskipun pemerintah berdalih bahwa era globalisasi mau tak mau membuat negara satu dengan lainnya saling terhubung secara global, namun tetap saja dari perspektif ilmu administrasi publik langkah pemerintah tersebut mengingkari jati diri administrasi publik. Tapi tentu keadaan ini tidak bisa disalahkan sebab seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses administrasi publik tak mungkin terlepas dari proses politik. Dalam konteks ini, keputusan kenaikan dan penurunan harga BBM adalah proses politik tersebut.
Namun demikian, tentu tidak semua hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik hanya berkisar kepada hal-hal yang negatif. Beberapa usaha konkret telah dicoba dilakukan pemerintah untuk memperbaiki praktik administrasi publik di Indonesia. Usaha ini salah satunya dapat dilihat melalui masifnya program pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi aparat pemerintah (birokrat). Diklat struktural untuk mendidik pejabat yang akan dan telah menduduki jabatan struktural semenjak pelaksanaan otonomi daerah senantiasa meningkat. Dalam lima tahun terakhir ini diklat struktural (diklat pimpinan II) untuk eselon II di pusat maupun daerah lebih dari 10 ribu orang pejabat. Data yang diperoleh dari LAN sebagai lembaga penyelenggara diklat nasional untuk semua pejabat seselon (terutama eselon II dan I) mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 telah mendiklat pejabat eselon II sebanyak 12.186 pejabat, dan eselon I sebanyak 228 pejabat.
Selain itu pada tanggal 9 September 2008 yang lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan RUU Ombudsman RI menjadi UU. UU ini merupakan bukti penguatan komitmen pemerintah untuk secara serius mengawasi kinerja pelayanan publik. Setelah disahkannya UU Ombudsman RI ini, lembaga Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman RI. Ombudsman RI memiliki kewenangan mengawasi pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara dan pemerintah kepada masyarakat. Penyelenggara negara dimaksud meliputi Lembaga Peradilan, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Daerah, Instansi Departemen dan Non- Departemen, BUMN, dan Perguruan Tinggi Negeri, serta badan swasta dan perorangan yang seluruh/sebagian anggarannya menggunakan APBN/APBD.
Karena kewenangannya tersebut, masyarakat berhak mengadukan laporan kepada Ombudsman RI apabila merasa diperlakukan tidak adil oleh aparatur negara dalam penyelenggaraan administrasi publik untuk kemudian ditindaklanjuti secara cepat. Sayang, Ombudsman RI yang berkantor pusat di Jakarta ini hanya memiliki kantor perwakilan di empat kota lainnya: Yogyakarta, Kupang, Manado, dan Medan. Oleh karenanya, tentu saja Ombudsman RI tidak bisa secara menangani semua keluhan masyarakat secara efektif.26
Sejak diberlakukannya UU Otonomi Daerah, semakin disadari bahwa pemerintah pusat tidak bisa dibebani tugas pelayanan publik yang mencangkup seluruh wilayah Indonesia secara sendirian. Penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan mumpuni akan semakin meningkat probabilitasnya apabila tanggung jawab tersebut didesentralisasikan dan dibebankan secara bersama- sama antara pemerintah pusat dengan daerah. Hal ini memungkinkan karena UU Otonomi Daerah menyatakan bahwa pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan sendiri yang akan diberlakukan di daerahnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, kita akan dapat menemui beberapa cerita keberhasilan pelayanan publik di daerah. Kepemimpinan daerah yang mumpuni menjadi kuncinya. Berikut adalah beberapa contoh cerita keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik yang berhasil diselenggarakan dengan baik ini meliputi berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain.
Di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, Bupati Alex Noerdin membuat kebijakan untuk membebaskan biaya sekolah dan buku pelajaran bagi siswa SD sampai SMA/SMK baik negeri maupun swasta sejak 2002. Di bidang kesehatan, kesejahteraan penduduk diperhatikan melalui program asuransi kesehatan dan asuransi jiwa. Asuransi kesehatan berupa berobat jalan gratis di puskesmas dan rujukan untuk rawat inap di RSU pemerintah di kabupaten, ibu kota provinsi maupun RS Cipto Mangunkusumo kelas 3. Asuransi jiwa memberikan santunan Rp 3 juta bagi penduduk yang meninggal.
Sementara itu di Kota Tarakan , Kalimantan Timur, pemerintah daerah melalui walikota Jusuf Serang Kasim melakukan kegiatan-kegiatan yang merefleksikan keyakinan bahwa pembangunan pendidikan adalah investasi masa depan bagi daerah sekaligus cara untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Di kota itu, giat dilakukan perbaikan terhadap semua gedung sekolah dari SD sampai SMA. Selain itu, tingkat kesejahteraan guru juga ditingkatkan. Universitas Borneo juga dibenahi habis-habisan kualitasnya sehingga sekarang ini diproyeksikan oleh pemerintah pusat untuk menjadi universitas negeri.
Di Kota Solo, Jawa Tengah, banyak kalangan menilai kepemimpinan Joko Widodo fenomenal karena hanya dalam rentang waktu 3,5 tahun sejak dia menjabat (beliau dilantik pada tanggal 28 Juli 2005), berbagai prestasi sudah dia torehkan. Dia secara damai dan dengan penuh empati mampu melakukan rekolasi pedagang kaki lima barang bekas dari Banjarsari ke Pasar Klithikan Notoharjo. Selain itu, revitalisasi ruang publik seperti Taman Balekambang, Taman Sriwedari, dan Tirtonadi juga dilakukannya. Tata ruang kota terlihat memang menjadi perhatian utamanya ketika dia menguba jalur lambat jalan protokol Jalan Slamet Riyadi menjadi pedestrian yang nyaman dan luas bagi penduduk Kota Solo.
Di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, pemerintah daerah melalui bupati Hendro Martoyo membentuk Dinas pelayanan dan Penanaman Modal berstandar ISO 9001:2000 yang menangani 22 perizinan di bidang umum dan ekonomi. Instansi ini menjamin kemudahan dan ketepatan waktu mendapat izin usaha sekaligus melindungi tata ruang dan lingkungan.
Di kabupaten Jembrana, Bali, terlihat bahwa pemerintah daerah mempunyai komitmen yang tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitaa bagi warganya. Kabupaten tersebut membebaskan biaya sekolah bagi siswa SD sampai SMA/SMK negeri dan memberi beasiswa bagi sekolah swasta yang berprestasi sejak 2001. Selain itu, dilakukan pula program pengalihan subsidi pelayanan kesehatan dari unit pelayanan kesehatan menjadi subsidi bagi masyarakat melalui lembaga jaminan Kesehatan Jembrana. Dengan itu, penduduk Jembrana bisa berobat jalan pada penyedia layanan lini pertama (dokter, dokter gigi, bidan, puskesmas, poliklinik) milik pemerintah maupun swasta secara gratis.
Namun, tidak ada yang lebih fenomenal selain dari cerita keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi Gorontalo yang dipimpin Fadel Muhammad. Beliau memimpin Provinsi Gorontalo sejak 10 Desember 2001. Di bawah kepemimpinannya, human development index Provinsi Gorontalo meningkat pesat. Seperti yang diakuinya, pembangunan di provinsi yang dipimpinnya menganut konsep kewirausahaan.
Konsep kewirausahaan ini diterapkan dalam tiga hal. Pertama, kewirausahaan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau yang disebutnya sebagai entrepreneurial government (pemerintah yang berwawasan kewirausahaan). Kedua, konsep kewirausahaan di sekolah-sekolah. Pelaksanaannya yaitu ada bulan tertentu di mana para siswa dan mahasiswa menjual berbagai produk hasil karyanya yang ada. Yang ketiga penyadaran dan promosi besar-besaran mengenai pentingnya inovasi, sehingga terjadi suatu pergerakan bisnis sampai ke tingkat usaha-usaha kecil seperti misalnya menjual jagung, ternak, ikan, dan sebagainya. Melalui praktik ini nanti pada akhirnya akan terjadi bisnis antarmasyarakat.
Sedangkan untuk memberikan keterampilan kepada masyarakatnya agar konsep kewirausahaan itu berlangsung dengan baik, Fadel Muhammad memberikan dua macam pelatihan. Yang pertama yaitu pelatihan oleh tokoh- tokoh undangan dari Jakarta kepada seluruh anak-anak sekolah dan tamatan perguruan tinggi, di mana pihak pemerintah daerahlah yang membiayai kegiatan pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan tersebut yaitu agar mereka mengerti dan mandiri untuk menjadi pengusaha. Pelatihan yang kedua dilakukan oleh para pejabat, baik pada tingkat provinsi, kabupaten, dan juga anggota-anggota DPRD.
Dalam bidang pendidikan, Provinsi Gorontalo mengembangkan konsep pendidikan berbasis kawasan. Untuk bidang kesehatan, diluncurkan program badrokesman, di mana melalui program tersebut orang-orang yang kurang mampu jadi mempunyai akses kesehatan yang lebih terjamin. Sedangkan untuk memberantas buta aksara rencana, pemda melalui Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo mempunyai program pengiriman dan penugasan guru-guru ke daerah-daerah terpencil menanggulangi buta aksara. Selain itu, dikatakannya pula bahwa sejak tahun 2002 Provinsi Gorontalo telah menerapkan konsep new public management dalam penyelenggaraan  pemerintahan daerah dan administrasi publiknya.
Selanjutnya, sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa berbagai uraian dan contoh mengenai penyelenggaraan administrasi publik di atas menunjukkan bahwa secara holistik penyelenggaraan administrasi publik masih jauh dari yang kita harapkan. Hal tersebut selain tecermin dari hasil jajak pendapat, juga dapat kita ketahui dari maraknya berita-berita negatif mengenai kinerja pelayanan publik di Indonesia. Namun demikian, beberapa pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala dearah yang mampunyai visi yang tepat untuk memajukan daerahnya dan menyejahterakan masyarakatnya mampu untuk menginisiasi lahirnya kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan politik yang produktif, prorakyat, dan brilian. Selain itu, keputusan-keputusan tersebut juga mampu untuk diemplementasikan secara baik dan tepat sasaran di lapangan karena penguatan kapasitas kelembagaan administrasi publik di daerah juga terus dibangun.
Pada tingkat makro, terlihat bahwa pemerintah pusat belum memiliki grand design, road map, dan benchmarking srategy yang kuat dan jelas mengenai kelanjutan program good governanve dan reformasi administrasi (birokrasi) karena tiadanya kemauan dan komitmen serius dari pemerintah. Artinya, jargon perubahan yang selama ini mereka teriakkan tidak berbanding lurus dengan semakin intensifnya usaha nyata melakukan perombakan struktur dan sistem peninggalan Orde Baru. Proses politik, meskipun diakui pula tidak mungkin terlepas dari administrasi, dalam beberapa kasus terlihat memberikan pengaruhnya yang terlalu kuat dan tidak proporsional terhadap pelaksanaan di lapangan.
D.       Prospek (Pelaksanaan) Administrasi Publik di Indonesia dan Solusi atas Masalah Adminsitrasi Publik yang Terjadi
Pelaksanaan administrasi publik meniscayakan akan adanya suatu tata kelola yang demokratis dan amanah. Dari perspektif keberlangsungan sebuah negara, administrasi publik memegang peranan yang mahapenting karena apabila mampu dilaksanakan dengan baik akan mampu menghindarkan terjadinya apa yang disebut oleh Diamond sebagai triple crisis of governance. Tiga krisis itu adalah kemandekan penegakan hukum, ketidakmampuan pemerintah menjaga perdamaian rakyat atau daerah, serta pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau krisis.30
Namun seperti yang telah disinggung sebelumnya, pelaksanaan administrasi publik di Indonesia masih belum beranjak dari sistem peninggalan rezim ademokratis. Bukti paling sahihnya, korupsi masih menjadi ancaman utama dalam ranah birokrasi dan kelembagaan pemerintah. Bahkan, jangan- jangan sistem birokrasi kita masih mengandung unsur sistem kolonial ala Belanda karena faktor masifnya korupsi ini (seperti yang telah diketahui, VOC sebagai institusi administrasi zaman kolonialisme bangkrut juga karena korupsi).
Berkaca dari rekam jejak usaha pemerintah selama 10 tahun terakhir ini untuk mereformasi penyelenggaraan administrasi publiknya, sepertinya prospek ke depan pelaksanaan administrasi publik di Indonesia masih suram jika pemerintah tidak kunjung tersadar diri.
Pemerintah selama ini hanya melakukan reformasi administrasi publik secara semu dan absurd. Meminjam istilah Mifthah Toha, pembaruan administrasi publik yang dilakukan di Indonesia hanya berubah dari bentuk sketsa lukisan menjadi lukisan tanpa ekspresi31. Artinya, pemerintah hanya melakukan langkah-langkah reformasi dalam bentuk ide-ide (ideas) saja, bukan langkah aksi nyata (real action). Debirokratisasi, deregulasi, dan perampingan birokrasi hanya merupakan kebijakan yang berkisar pada arasidea karena tidak dapat dilihat dalam aksi nyata aparatur pemerintah melainkan hanya dapat dilihat melalui tabel struktural organisasi atau peraturan tertulis. Pemerintah berasumsi bahwa sifat-sifat birokrasi lama akan hilang dengan sendirinya dengan memindah dan menghapus susunan kotak-kotak dalam tabel struktural organisasi, namun melupakan bahwa berbicara perubahan organisasi berarti sesungguhnya berbicara perubahan budaya dan kapasitas SDM dalam organisasi.
Ketika pemerintah berusaha untuk melakukan perubahan budaya dan pengembangan kapasitas SDM ini, usaha yang dilakukan pun akan gagal karena pemerintah lupa untuk memperbaiki budaya politiknya dan hanya melakukan pengembangan SDM yang bersifat artifisial, seremonial, dan formalistis. Kita dapat melihat contoh-contohnya secara nyata. Dalam memilih jajaran menteri, yang notabene merupakan kepala departemen atau birokrasi, presiden masih melakukan praktik politik dagang sapi demi memuaskan partai- partai politik yang mendukungnya. Sebagai akibatnya, birokrasi akan sulit untuk keluar dari jerat kooptasi politik karena top management-nya sarat dengan kepentingan politik. Maka tak heran apabila budaya korupsi dan rekening liar di birokrasi masih tinggi sebab partai politik, tempat para pemimpin birokrasi mengabdi, mempunyai reputasi sebagai organisasi terkorup di Indonesia berdasarkan penelitian Indonesian Corruption Watch (ICW)32. Apabila eksekutif secara konsisten memilih seluruh jajaran menterinya berdasarkan pada kualitas dan kompetensi pribadi, maka niscaya birokrasi akan terbebas dari budaya lamanya, menjadi alat mainan aktor politik. Sebagai contohnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang merupakan pejabat karier terbukti berhasil mereformasi Departemen Keuangan.
Dalam hal pengembangan SDM, usaha yang dilakukan penuh dengan nuansa formalitas belaka. Sebagai contohnya, pemerintah melalui LAN giat melakukan diklat terhadap para pejabat eselon tanpa menyadari bahwa untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memberikan pelayanan, hal itu hanya dapat dilakukan melalui praktek pembelajaran nyata di lapangan dan bukannya melalui pertemuan dan seminar di hotel-hotel. Apabila pemerintah ingin meningkatkan SDM agar kualitas pelayanan publik ikut meningkat, konsentrasi dan reformasi harus dilakukan sejak dalam tahap perekrutan. Perekrutan seharusnya diorientasikan pada kompatibilitas antara soft skill dan latar belakang pendidikan calon pelamar dengan posisi dan dinas yang akan dimasukinya. Namun selama ini yang terjadi, tes CPNS justru seperti dagelan karena menanyakan pelajaran SMA dan hal remeh-temeh lainnya bagi para pelamar lulusan sarjana atau pascasarjana. Selain itu, proses kongkalikong, nepotisme, danclient ele juga ditengarai masih banyak terjadi dalam proses perekrutan. Ombudsman RI pun terkesan hanya merupakan lembaga main- main sebab hanya mempunyai empat kantor cabang di seluruh Indonesia selain kantor pusatnya di ibukota.
Selain perlunya perubahan orientasi pemerintah dalam reformasi administrasi publik menjadi berbasis perubahan budaya dan peningkatan kapasitas SDM, solusi lain yang ditawarkan penulis adalah dibakukannya sebuah ukuran kinerja pelayanan publik dan pemerintahan daerah supaya tidak menimbulkan kebingungan seperti yang terjadi selama ini. Meskipun administrasi publik secara endogen dalam dirinya mengandung karakteristik sulit untuk diukur seperti yang dirumuskan oleh Gerald E. Caiden karena kegiatannya yang bersifat politis dan sukarela serta tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup publik yang baik, pengukiuran kinerja tersebut penting kiranya agar birokrat garda depan mempunyai pegangan bagaimana menyelenggarakan standar pelayanan publik yang baik dan memuaskan.
Pelembagaan kemampuan administrasi untuk mencapai tujuan bersama atau kolektif adalah merupakan pilar fundamental dari administrasi negara33. Maka sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah pusat perlu meningkatkan kapasitas manajemen dan mengubah budaya ke arah new public management. Dalam paradigma sistem tersebut, pemerintah diajak untuk tidak mengutamakan sistem dan prosedur, tetapi lebih berorientasi pada kinerja dan hasil kerja dengan mengutamakan jiwa dan semangat kewirausahaan34. Semangat kewirausahaan itu menurut Osborne dengan mengutip pendapat J.B. Say seperti dikutip Thoha adalah “semangat yang berupaya untuk mengubah sumber-sumber ekonomi keluar dari tingkat produktivitas yang rendah ke arah tingkat produktivitas yang tinggi dan yang menghasilkan lenih besar”.
Semangat kewirausahaan ini tidak hanya aplikatif untuk diterapkan terbatas kepada perusahaan swasta saja, namun juga dapat diterapkan dalam administrasi publik dan pemerintahan daerah. Contoh konkretnya adalah Provinsi Gorontalo seperti yang telah dikemukakan di atas. Yang menjadi tantangan utama dari pelaksanaannya adalah beranikah para pemimpin daerah dan kepala dinas menentang hukum karena dalam pelaksanaan entrepeneurship governance and administration ini, terdapat kemungkinan harus diterabasnya hukum yang berlaku demi orientasi akan pencapaian kinerja yang memuaskan. Seperti yang menjadi salah satu dari ciri khas pokok administrasi publik, dalam memberikan pelayanan administratornya akan bekerja dan bertindak berdasarkan peraturan formal yang berlaku. Agaknya ketakutan ini harus dihilangkan karena terbukti hal kepatuhan akan hukum ini yang justru menyebabkan sulit atau lambatnya birokrasi menyesuaikan diriterhadap tuntutan masyarakat, yang justru semakin banyak dan tinggi seiring dengan dinamika perubahan zaman yang cepat.
Selain itu, pemerintah juga harus membuat peta jalan (roadmap) penyelenggaraan administrasi publik sampai pada tingkat yang lebih detail dan rinci, yaitu sampai ke tingkat kecamatan untuk wilayah kota atau tingkat desa untuk wilayah kabupaten. Hal ini penting karenaroadm ap yang ada sekarang ini sangat umum. Terakhir, pemerintah melalui tiap-tiap departemen dan dinas perlu merencanakan sebuah manajeman strategis agar mampu mengetahui kekuatan dan kelemahan internalnya, serta mampu menghadapi tantangan dan memnfaatkan peluang yang ada di lingkungannya.